CYBER
CRIME CARDING (CREDIT CARD FRAUD)

Namun
ibarat mata uang yang mempunyai dua
sisi, selain hal yang positif otomatis dampak negatif dari kemajuan tersebut
juga akan muncul sebagai tandingannya. Perkembangan teknologi berupa internet
ini juga ditangkap oleh para pelaku kejahatan sebagai sarana untuk melakukan
kejahatan berdimensi baru yang selanjutnya dikenal sebagai cyber crime, apalagi
karena Internet ini merupakan barang baru otomatis banyak negara belum siap
dengan perangkat hukum
untuk mengaturnya oleh karena itu angka kejahatan ini dari tahun ketahun makin meningkat secara signifikan jumlahnya baik dari segi korban maupun jumlah uang yang raib.
untuk mengaturnya oleh karena itu angka kejahatan ini dari tahun ketahun makin meningkat secara signifikan jumlahnya baik dari segi korban maupun jumlah uang yang raib.
Kejahatan
yang terjadi dikenal dengan nama cyber crime , definisi umum dari cyber crime
adalah ,” Kejahatan yang dilakukan di dunia maya dengan menggunakan sarana dan
sistem atau jaringan komputer”.
Selanjutnya dalam dokumen kongres PBB tentang The Prevention of Crime
and The Treatment of Offlenderes di
Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2
istilah yang dikenal :
1. Cyber crime in a narrow sense (dalam arti
sempit) disebut computer crime: any illegal behaviour directed by means of
electronic operation that target the security of computer system and the data
processed by them.
2. Cyber crime in a broader sense (dalam
arti luas) disebut computer related crime: any illegal behaviour committed by
means on relation to, a computer system offering or system or network,
including such crime as illegal possession in, offering or distributing
information by means of computer system or network.
Ada
banyak pendapat tentang macam kejahatan yang termasuk dalam kategori cyber
crime namun secara umum jenis jenis kejahatan yang termasuk dalam kategory ini
antara lain cyber terrorism, cyber pornography,cyber stalking,cyber
espionage,data forgery,hacking,dan carding ( credit card fraud ). Jadi sudah jelas bahwa carding
atau credit card fraud merupakan salah satu dari jenis cyber crime.
Beberapa
pengertian tentang carding :
1. Menurut Doctor crash dalam buletin para
hacker menyatakan pengertian dari carding adalah,” A way of obtaining the
necessary goods without paying them “
2. Menurut IFFC ( Internet Fraud Complaint
Centre salah satu unit dari FBI ) carding adalah , “ The unauthorized use of credit or debit
card fraudlently obtain money or
property where credit or debit card numbers can be stolen from unsecure d web
sites or can be obtained in an identity theft scheme.
3. Carder adalah sebutan yang digunakan
untuk menamakan para pelaku kejahatan carding.
1. KARAKTERISTIK KEJAHATAN CARDING
Sebagai
salah satu jenis kejahatan berdimensi baru carding mempunya karakteristik
tertentu dalam pelaksanaan aksinya yaitu
:
1. Minimize of physycal contact karena dalam
modusnya antara korban dan pelaku tidak
pernah melakukan kontak secara fisik karena peristiwa tersebut terjadi di dunia
maya , namun kerugian yang ditimbulkan adalah nyata. Ada suatu fakta yang
menarik dalam kejahatan carding ini dimana pelaku tidak perlu mencuri secara
fisik kartu kredit dari pemilik aslinya
tapi cukup dengan mengetahui nomornya pelaku sudah bisa melakukan aksinya, dan
ini kelak membutuhkan teknik dan aturan
hukum yang khusus untuk dapat men jerat pelakunya.
2. Non violance ( tanpa kekerasan ) tidak
melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban seperti ancaman secara fisik
untuk menimbulkan ketakutan sehinga korban memberikan harta bendanya.Pelaku
tidak perlu mencuri kartu kredit korban tapi cukup dengan mengetahui nomor dari
kartu tersebut maka ia sudah bisa beraksi.
3. Global karena kejahatan in terjadi lintas negara yang
mengabaikan batas batas geografis dan waktu.
4. High Tech ,menggunakan peralatan
berteknologi serta memanfaatkan sarana / jaringan informatika dalam hal ini
adalah internet.
Mengapa
penting memasukkan karaktreristik menggunakan sarana/jaringan internet dalam
kejahatan carding ? Hal ini karena credit card fraud dapat dilakukan secara off
line dan on line. Ketika digunakan secara offline maka teknik yang digunakan
oleh para pelaku juga tergolong sederhana dan tradisional seperti :
1. Mencuri dompet untuk mendapatkan kartu
kredit seseorang.
2. Bekerjasama dengan pegawai kartu kredit
untuk mengambil kartu kredit nasabah baru dan memberitakan seolah olah kartu
sudah diterima.
3. Penipuan sms berhadiah dan kemudian
meminta nomor kartu kredit sebagai verivikasi.
4. Bekerjasaman dengan kasir untuk
menduplikat nomor kartu dan kemudian membuat kartu palsu dengan nomor asli.
5. Memalsukan karru kredit secara utuh baik
nomor dan bentuknya.
6. Menggunakannya dalam transaksi normal
sebagaimana biasa.
2.
MODUS OPERANDI
Ada
beberapa tahapan yang umumnya dilakukan para carder dalam melakukan aksi
kejahatannya :
1. Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa
dilakukan dengan berbagai cara antara lain :phising ( membuat situs palsu
seperti dalam kasus situs klik.bca) , hacking,sniffing,
keylogging,worm,chatting dengan merayu dan tanpa sadar memberikan nomor kartu
kredit secara sukarela,berbagi informasi antara
carder, mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor nomor
kartu kredit buat carding dan lain lain
yang pada intinya adalah untuk memperolah
nomor kartu kredit.
2. Mengunjungi situs situs online yang
banyak tersedia di internet seperti ebay,amazon untuk kemudian carder mencoba
coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahyui apakah kartu tersebut masih valid
atau limitnya mencukupi.
3. Melakukan transaksi secara online untuk
membeli barang seolah olah carder adalah pemilik asli dari kartu tersebut.
4. Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa
Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet dibawah 10 % namun menurut
survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat ke enam di dunia dan
keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga akhirnya
Indonesia di black list oleh banyak situs situs online sebagai negara tujuan
pengiriman oleh karena itu para carder
asal Indonesia yang banyak tersebar di Jogja,Bali,Banding dan Jakarta umumnya
menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di
negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan.
5. Pengambilan barang oleh carder.
3. PENANGANAN CARDING
Menyadari
bahwa carding sebagai salah satu jenis cyber crime sudah termasuk kejahatan
yang meresahkan apalagi mengingat Indonesia dikenal sebagai surga bagi para
carder maka Polri menyikapinya dengan
membentuk suatu satuan khusus di tingkat Mabes Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime yang diawaki oleh
personil terlatih untuk menangani kasus kasus semacam ini , tidak hanya dalam
teknik penyelidikan dan penyidikan tapi
juga mereka menguasai teknik khusus untuk pengamanan dan penyitaan bukti
bukti secara elektronik. Mengingat dana yang terbatas karena mahalnya peralatan
dan biaya pelatihan personil maka apabila terjadi kejahatan di daerah maka
Mabes Polri akan menurunkan tim ke
daerah untuk memberikan asistensi.
Sebelum
lahirnya UU NO. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika ( ITE ) maka mau tidak mau Polri harus menggunakan
pasal pasal di dalam KUHP seperti pasal pencurian ,pemalsuan dan penggelapan
untuk menjerat para carder dan ini jelas menimbulkan berbagai kesulitan dalam
pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari cyber crime sebagaimana telah
disebutkan diatas yang terjadi secara non fisik dan lintas negara. Dengan
lahirnya UU ITE khusus tentang carding
dapat dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking.
Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder
sering melakukan hacking ke situs situs resmi lembaga penyedia kartu kredit
untuk menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor nomor kartu tersebut.
Secara
detil dapat saya kutip isi pasal tersebut yang menertangkan tentang perbuatan
yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access :
Pasal
31 ayat 1 ,” Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau
dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara
tyertentu milik orang lain “
Pasal
31 ayat 2 ,” Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang
tidak bersidat publik dari,ke,dan di dalam suatu komputer dan atau sistem
elektronik tertentu milik orang lain , baik yang tidak menyebabkan
perubahan,penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik yang ditransmisikan”.
Lahirnya
undang undang ini dapat dipandang sebgai langkah awal pemerintah dalam
menangani cyber crime, walaupun masih menuai kritik dari beberapa pengamat karena belum menyatakan secara khusus tentang
pornografi,pencemaran nama baik dan tentang kekayaan intelektual namun dapat
dianggap sebagai umbrella provision atau payung utama pencegahan . Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan hukum
pidana nasional beserta hukum acaranya yang diselaraskan dengan Konvensi Internasional
yang terkait dengan kejahatan tersebut.
4. KASUS PEMBOBOLAN KARTU KREDIT
Data
di Mabes Polri, dari sekitar 200 kasus cyber crime yang ditangani hampir 90
persen didominasi carding dengan sasaran luar negeri. Aktivitas internet memang
lintas negara. Yang paling sering jadi sasaran adalah Amerika Serikat,
Australia, Kanada dan lainnya. Pelakunya berasal dari kota-kota besar seperti
Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Semarang, Medan serta Riau. Motif utama adalah
ekonomi.
Kasus
pembobolan kartu kredir, Rizky Martin, 27, alias Steve Rass, 28, dan Texanto
alias Doni Michael melakukan transaksi pembelian barang atas nama Tim Tamsin
Invex Corp, perusahaan yang berlokasi di AS melalui internet. Keduanya menjebol
kartu kredit melalui internet banking sebesar Rp350 juta. Dua pelaku ditangkap
aparat Cyber Crime Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2008 di sebuah warnet di
kawasan Lenteng Agung, Jaksel. Awal Mei 2008 lalu, Mabes Polri menangkap hacker
bernama Iqra Syafaat, 24, di satu warnet di Batam, Riau, setelah melacak IP
addressnya dengan nick name Nogra alias Iqra. Pemuda tamatan SMA tersebut
dinilai polisi hanya mengandalkan scripts modifikasi gratisan hacking untuk
melakukan aksinya dan cukup dikenal di kalangan hacker. Dia pernah menjebol
data sebuah website lalu menjualnya ke perusahaan asing senilai Rp600 ribu
dolar atau sekitar Rp6 miliar Dalam pengakuannya, hacker lokal ini sudah pernah
menjebol 1.257 situs jaringan yang umumnya milik luar negeri. Bahkan situs
Presiden SBY pernah akan diganggu, tapi dia mengurungkan niatnya. Kasus lain
yang pernah diungkap polisi pada tahun 2004 ialah saat situs milik KPU (Komisi
Pemilihan Umum) yang juga diganggu hacker. Tampilan lambang 24 partai diganti
dengan nama ‘partai jambu’, ‘partai cucak rowo’ dan lainnya. Pelakunya,
diketahui kemudian, bernama Dani Firmansyah,24, mahasiswa asal Bandung yang
kemudian ditangkap Polda Metro Jaya. Motivasi pelaku, konon, hanya ingin
menjajal sistem pengamanan di situs milik KPU yang dibeli pemerintah seharga Rp
200 miliar itu. Dan ternyata berhasil
Source : http://genkgong.webs.com/cybercrimecarding.htm
0 komentar:
Posting Komentar